THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 03 Januari 2012

Komik


Komik adalah suatu bentuk seni yang menggunakan gambar-gambar tidak bergerak yang disusun sedemikian rupa sehingga membentuk jalinan cerita. Biasanya, komik dicetak di atas kertas dan dilengkapi dengan teks. Komik dapat diterbitkan dalam berbagai bentuk, mulai dari strip dalam koran, dimuat dalam majalah, hingga berbentuk buku tersendiri.

Terminologi

Pada tahun 1996, Will Eisner menerbitkan buku Graphic Storytelling, di mana ia mendefinisikan komik sebagai "tatanan gambar dan balon kata yang berurutan, dalam sebuah buku komik." Sebelumnya, di tahun 1986, dalam buku Comics and Sequential Art, Eisner mendefinisikan teknis dan struktur komik sebagai sequential art, "susunan gambar dan kata-kata untuk menceritakan sesuatu atau mendramatisasi suatu ide".
Dalam buku Understanding Comics (1993) Scott McCloud mendefinisikan seni sekuensial dan komik sebagai
juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer.
Para ahli masih belum sependapat mengenai definisi komik. Sebagian diantaranya berpendapat bahwa bentuk cetaknya perlu ditekankan. Yang lain lebih mementingkan kesinambungan gambar dan teks. Sebagian lain lebih menekankan sifat kesinambungannya (sequential). Definisi komik sendiri sangat supel karena itu berkembanglah berbagai istilah baru seperti:
Untuk lingkup Nusantara, seorang penyair dari semenanjung Melayu (sekarang Malaysia) Harun Amniurashid (1952) pernah menyebut 'cerita bergambar' sebagai rujukan istilah cartoons dalam bahasa Inggris. Di Indonesia terdapat sebutan tersendiri untuk komik seperti diungkapkan oleh pengamat budaya Arswendo Atmowiloto (1986) yaitu cerita gambar atau disingkat menjadi cergam yang dicetuskan oleh seorang komikus Medan bernama Zam Nuldyn sekitar tahun 1970. Sementara itu Seno Gumira Ajidarma (2002), jurnalis dan pengamat komik, mengemukakan bahwa komikus Teguh Santosa dalam komik Mat Romeo (1971) pernah mengiklankan karya mereka dengan kata-kata "disadjikan setjara filmis dan kolosal" yang sangat relevan dengan novel bergambar.

Istilah cerita bergambar

Akronim cerita (ber)gambar, menurut Marcell Boneff mengikuti istilah cerpen (cerita pendek) yang sudah terlebih dahulu digunakan, dan konotasinya menjadi lebih bagus, meski terlepas dari masalah tepat tidaknya dari segi kebahasaan atau etimologis katanya.
Tetapi menilik kembali pada kelahiran komik, maka adanya teks dan gambar secara bersamaan dinilai oleh Francis Laccasin (1971) sebagai sarana pengungkapan yang benar-benar orisinal. Kehadiran teks bukan lagi suatu keharusan karena ada unsur motion yang bisa dipertimbangkan sebagai jati diri komik lainnya.
Karena itu di dalam istilah komik klasik indonesia, cerita bergambar, tak lagi harus bergantung kepada cerita tertulis. Hal ini disebut Eisner sebagai graphic narration (terutama di dalam film dan komik).

Posisi komik di dalam seni rupa

Komik menurut Laccasin (1971) dan koleganya dinobatkan sebagai seni ke-sembilan. Walaupun sesungguhnya ini hanya sebuah simbolisasi penerimaan komik ke dalam ruang wacana senirupa. Bukanlah hal yang dianggap penting siapa atau apa saja seni yang kesatu sampai kedelapan.
Menurut sejarahnya sekitar tahun 1920-an, Ricciotto Canudo pendiri Club DES Amis du Septième Art, salah satu klub sinema Paris yang awal, seorang teoritikus film dan penyair dari Italia inilah yang mengutarakan urutan 7 kesenian di salah satu penerbitan klub tersebut tahun 1923-an. Kemudian pada tahun 1964 Claude Beylie menambahkan televisi sebagai yang kedelapan, dan komik berada tepat dibawahnya, seni kesembilan.
Thierry Groensteen, teoritikus dan pengamat komik Perancis yang menerbitkan buku kajian komiknya pada tahun 1999 berjudul "Système de la bande dessinée (Formes sémiotiques)" yang akan terbit tahun 2007 menjadi "The System of Comics". Ia berbicara definisi seni kesembilan dalam pengantar edisi pertama majalah "9e Art" di Perancis. Menurutnya, yang pertama kali memperkenalkan istilah itu adalah Claude Beylie. Dia menulis judul artikel, "La bande dessinee est-elle un art?", dan seni kesembilan itu disebut pada seri kedua dari lima artikel di majalah "Lettres et Medecins", yang terbit sepanjang Januari sampai September 1964.
Baru kemudian pada tahun 1971, F. Laccasin mencantumkan komik sebagai seni kesembilan di majalah "Pour un neuvieme art", sebagaimana yang dikutip oleh Marcel Boneff pada 1972 di dalam Komik Indonesia .
Pro dan kontra mengenai komik sudah berlangsung bertahun-tahun. Bagi penggemarnya, komik merupakan hiburan yang sangat menyegarkan. Banyak pula yang menganggapnya sebagai media pembelajaran yang sangat menarik. Namun bagi penentangnya, komik dianggap sebagai buku haram yang tidak berharga. Bagi mereka, komik hanya menjadi penghancur imajinasi.
Masing-masing kubu memang memiliki argumen tersendiri tentang hal ini. Tidak ada salahnya bila kita melihat seperti apa nilai-nilai yang diperjuangkan dan ditentang oleh setiap kubu.
APA YANG POSITIF DARI KOMIK
Tanpa bermaksud melakukan propaganda, baiklah kita mulai melihat hal-hal positif yang ditawarkan oleh komik. Bagi para penentang komik, sejumlah butir di bawah ini perlu dipertimbangkan sebelum menghakimi komik sebagai media yang tidak bermanfaat.
  1. Komik merupakan media pembelajaran yang sangat potensial.
Aspek visual merupakan salah satu yang ditawarkan oleh komik. Berbeda dengan televisi yang lebih memaksa mata dan telinga, komik mendorong kita untuk mengoptimalkan mata untuk mencermati panel-panel dan teks yang disertakan. Kebanyakan orang merupakan pembelajar visual yang mengasosiasikan kepingan informasi dengan imaji tertentu (Ascott 2006). Jadi, komik dapat dipakai untuk menolong -- khususnya anak-anak -- dalam pembelajaran pada hampir seluruh topik, misalnya sebagaimana dikemukakan berikut ini.
    1. Mengenal konsep
Anda tentu tahu poster alfabet yang dilengkapi dengan gambar-gambar. Itu merupakan salah satu contoh pemanfaatan gambar untuk memperkenalkan suatu konsep tertentu, dalam hal ini alfabet.
    1. Belajar berhitung
Masih ingat komik Doraemon? Karakter karya Fujiko F. Fujio ini termasuk paling dicintai anak-anak. Beberapa tahun yang lalu, komik Doraemon edisi belajar berhitung juga diterbitkan. Komik-komik seperti ini tentu sangat bermanfaat dan menolong karena menghadirkan nuansa belajar yang menyenangkan bersama tokoh kesayangan.
    1. Mengenal lingkungan dan alam sekitar
Komik yang memperkenalkan lingkungan dan alam sekitar juga sangat bermanfaat bagi anak-anak. Anda tidak mungkin membawa anak-anak ke masa dinosaurus untuk memperkenalkan mereka kepada Tyranosaurus, misalnya. Anak-anak pun bisa diperkenalkan pada berbagai jenis tumbuhan dan hewan melalui komik.
    1. Memperkenalkan firman Tuhan.
Dulu ada enam seri komik Alkitab Bergambar untuk Semua Umur, terbitan Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF. Buah karya Iva Hoth dan Andre Le Blanc ini merupakan salah satu komik yang bermanfaat untuk memperkenalkan isi Alkitab dan tokoh-tokohnya kepada anak-anak.
    1. Membantu untuk memahami cerita.
Alur cerita yang dituangkan dalam panel-panel gambar akan membantu mereka melihat jalan cerita. Ilustrasi-ilustrasi yang sesuai dalam sebuah komik jelas membantu anak-anak maupun mereka yang ingin menikmati sebuah cerita, namun belum lancar membaca.
    1. Mendorong minat baca.
Komik juga membantu untuk membangkitkan minat baca anak-anak. Jaya Suprana (dalam Sofwan 2007) mengaku kalau minat bacanya tumbuh akibat membaca komik Mahabharata semasa kecilnya.
  1. Komik juga mengajarkan nilai-nilai moral.
Sejumlah komik menghadirkan nilai-nilai moral yang penting dikenal oleh siapa saja. Sebut saja nilai persahabatan, kerja keras, kebersamaan, kegigihan dan semangat pantang menyerah. Perhatikanlah komik-komik Jepang -- saya sengaja mengangkat komik Jepang karena komik inilah yang saat ini merajai pasar -- banyak mengangkat nilai-nilai tersebut. Komik olah raga umumnya mengajarkan nilai kerja keras, kegigihan, dan semangat pantang menyerah. Pesan umum yang disampaikan biasanya "semakin gigih kamu berusaha, semakin dekat pula dirimu pada keberhasilan". Prinsip alkitabiah seperti "kasihilah musuhmu" juga bisa ditemukan. Nilai-nilai ini bisa dilihat dari komik, seperti "Shoot!", "Kungfu Boy", "Harlem Beat", dan lain-lain.
  1. Komik merupakan sarana hiburan yang tidak memakan waktu.
Untuk mengisi kejenuhan, komik bisa menjadi alternatif yang sangat cocok. Waktu yang dibutuhkan untuk membaca komik tidak seperti ketika membaca novel. Sebab ada banyak yang dapat diringkas oleh komik, misalnya penggambaran ekspresi wajah dan penjelasan latar tempat.
APA YANG NEGATIF DARI KOMIK
Memang tidak semua isi komik memberikan pengajaran yang positif. Di balik nilai-nilai yang telah disebutkan di atas, komik pun memberikan dampak buruk yang perlu diwaspadai oleh para penggemarnya. Oleh karena itu, hal-hal berikut ini perlu diwaspadai.
  1. Komik membatasi bahkan memungkinkan penumpulan imajinasi
Terlalu banyak mengonsumsi komik pada bisa menumpulkan imajinasi pembaca. Perhatikanlah prosa, seperti novel atau cerpen yang banyak menggambarkan wajah tokoh tertentu dengan kata-kata daripada gambar. Pembaca diajak untuk membayangkan seperti apa wajah tokoh tersebut. Atau ketika penulis menggambarkan latar tempat. Aspek-aspek inilah yang dalam komik diterjemahkan dalam gambar dan membuat pembaca langsung menikmatinya, tanpa harus membayangkan penggambaran tersebut lewat pikirannya. Mula-mula, imajinasi hanya terbatas pada apa yang digambarkan. Namun akhirnya, imajinasi bisa tumpul. Misalnya, hanya bisa membayangkan latar tempat sebagaimana digambarkan pada komik atau hanya bisa menggambar tokoh-tokoh seperti yang digambarkan komikus terkait.
Butir ini memang masih dapat diperdebatkan. Sebab banyak komikus ternama yang mengaku mendapat inspirasi dan meluaskan imajinasinya dari karya-karya komikus lain. Misalnya, Masashi Kishimoto (penulis "Naruto" mengaku terinspirasi oleh "Dragon Ball"-nya Akira Toriyama.
  1. Tidak mampu menikmati dan mengapresiasi karya-karya sastra
Ketidakmampuan untuk menggunakan imajinasi akhirnya bisa membuat kita sulit menangkap penggambaran yang diberikan cerpen atau novel. Kalaupun dapat, pembayangan yang kita miliki mungkin hanya terpaku pada pengalaman kita pada latar lingkungan yang ditampilkan komik. Akhirnya, kita bisa kesulitan untuk merasakan keindahan kosakata yang dipakai penulis. Padahal apresiasi prosa menjadi bagian pelajaran bahasa Indonesia yang masih harus dijalani para siswa, minimal sampai tingkat SMA.
  1. Komik menimbulkan efek adiktif.
Efek adiktif yang timbul bisa berupa keinginan untuk segera menikmati seri sambungan (umumnya karena penasaran) atau sekadar membaca lebih banyak komik lainnya. Efeknya, selain menghabiskan banyak dana untuk menyewa atau membeli edisi demi edisi, rasa penasaran juga bisa mendorong kita untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama komik.
  1. Komik lebih eksplisit menggambarkan adegan.
Adegan-adegan kekerasan dan bernuansa pornografi juga tergambar dengan lebih jelas dalam komik. Hal ini sudah pasti tidak akan baik bila dikonsumsi oleh anak-anak di bawah umur. Beberapa komik juga mengikuti praktik atau kebiasaan yang berkenaan erat dengan okultisme (misalnya, pada komik seri-seri misteri), sedangkan yang lain dikaitkan dengan masalah-masalah sosial seperti homoseksualitas dan penyalahgunaan obat-obatan (Lorelli 2006). Kondisi ini diperparah dengan anggapan bahwa komik merupakan konsumsi anak-anak. Memang kini ada pelabelan, meski hal ini tidak banyak berpengaruh.
TIDAK AKAN MATI
Pemaparan di atas pada dasarnya bertujuan untuk mengingatkan setiap kubu, bahwa komik bukan barang haram bagi semua generasi. Juga mengingatkan agar para penikmat komik pun bersikap bijaksana dalam menikmati komik. Sama seperti radio dan televisi, komik juga berdampak besar dalam membentuk manusia.
Di balik pertentangan tersebut, rasanya komik tidak akan pernah mati. Sebab komik merupakan jenis hiburan yang mudah dibaca. Apalagi karakter dan plotnya mengesankan, ilustrasinya juga mudah diingat. Selama penulis masih terus memproduksi komik dan pembaca masih menanti kisah-kisah dalam panel-panel bergambar, komik tidak akan pernah lenyap.
Meski masih ada alternatif selain komik untuk menyampaikan nilai-nilai positif, cepat atau lambat daya tariknya akan menjangkau generasi muda. Oleh karena itu, para orang tua perlu mengenal dunia komik agar dapat memberikan penjelasan dan pertimbangan seperlunya ketika anak mulai menikmati komik. Terlebih lagi dalam urusan pengajaran nilai moral dan spiritual, peran orang tua harus melebihi apa yang ditawarkan komik.

0 komentar: