THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Sabtu, 30 Oktober 2010

Warga Negara dan Negara

1. Mahasiswa dapat menyebutkan sumber - sumber hukum

- Teori :
Sumber-Sumber Hukum
Mei 30, 2008

PENGERTIAN
Terdapat beberapa pengertian tentang sumber hukum :

Sumber hukum: segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dsb yang dipergunakan oleh suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. (KBBI, h. 973).

Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; atau sumber yang menimbulkan hukum.

C.S.T. Kansil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sumber hukum ialah, segala apa saja yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata. Yang dimaksudkan dengan segala apa saja, adalah faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya hukum. Sedang faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara formal artinya ialah, dari mana hukum itu dapat ditemukan , dari mana asal mulanya hukum, di mana hukum dapat dicari atau di mana hakim dapat menemukan hukum sebagai dasar dari putusannya.

Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum. Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber hukum juga sekaligus merupakan hukum, contohnya putusan hakim.

MACAM (PEMBEDAAN) SUMBER-SUMBER HUKUM

Beberapa pakar secara umum membedakan sumber-sumber hukum yang ada ke dalam (kriteria) sumber hukum materiil dan sumber hukum formal, namun terdapat pula beberapa pakar yang membedakan sumber-sumber hukum dalam kriteria yang lain, seperti :

a. Menurut Edward Jenk , bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa ia sebut dengan istilah “forms of law” yaitu :
1. Statutory;
2. Judiciary;
3. Literaty.

b. Menurut G.W. Keeton , sumber hukum terbagi atas :
1. Binding sources (formal), yang terdiri :
- Custom;
- Legislation;
- Judicial precedents.
2. Persuasive sources (materiil), yang terdiri :
- Principles of morality or equity;
- Professional opinion.

SUMBER HUKUM MATERIIL & SUMBER HUKUM FORMAL

Pada umumnya para pakar membedakan sumber hukum ke dalam kriteria :
a. Sumber hukum materiil; dan
b. Sumber hukum formal.

Menurut Sudikno Mertokusumo , Sumber Hukum Materiil adalah tempat dari mana materiil itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan social, hubungan kekuatan politik, situasi social ekonomis, tradisi (pandangan keagamaan, kesusilaan), hasil penelitian ilmiah (kriminologi, lalulintas), perkembangan internasional, keadaan geografis, dll.

Sedang Sumber Hukum Formal, merupakan tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum itu formal berlaku. Yang diakui umum sebagai sumber hukum formal ialah UU, perjanjian antar Negara, yurisprudensi dan kebiasaan.

SUMBER HUKUM FORMAL

Sumber hukum formal adalah sumber hukum dari mana secara langsung dapat dibentuk hukum yang akan mengikat masyarakatnya. Dinamai dengan sumber hukum formal karena semata-mata mengingat cara untuk mana timbul hukum positif, dan bentuk dalam mana timbul hukum positif, dengan tidak lagi mempersoalkan asal-usul dari isi aturan-aturan hukum tersebut.

Sumber-sumber hukum formal membentuk pandangan-pandangan hukum menjadi aturan-aturan hukum, membentuk hukum sebagai kekuasaan yang mengikat. Jadi sumber hukum formal ini merupakan sebab dari berlakunya aturan-aturan hukum.

Yang termasuk Sumber-sumber Hukum Formal adalah :
a. Undang-undang;
b. Kebiasaan;
c. Traktat atau Perjanjian Internasional;
d. Yurisprudensi;
e. Doktrin.

1. Undang-undang :
Undang-undang di sini identik dengan hukum tertutlis (ius scripta) sebagai lawan dari hukum yang tidak tertulis (ius non scripta). Pengertian hukum tertulis sama sekali tidak dilihat dari wujudnya yang ditulis dengan alat tulis.. dengan perkataan lain istilah tertulis tidak dapat kita artikan secara harfiah, namun istilah tertulis di sini dimaksudkan sebagai dirumuskan secara tertulis oleh pembentukan hukum khusus (speciali rechtsvormende organen).

Undang-undang dapat dibedakan atas :
a. Undang-undang dalam arti formal, yaitu keputusan penguasa yang dilihat dari bentuk dan cara terjadinya sehingga disebut undang-undang. Jadi undang-undang dalam arti formal tidak lain merupakan ketetapan penguasa yang memperoleh sebutan undang-undang karena cara pembentukannya.
b. Undang-undang dalam arti materiil, yaitu keputusan atau ketetapan penguasa, yang dilihat dari isinya dinamai undang-undang dan mengikat setiap orang secara umum.

2. Kebiasaan :
Dasarnya : Pasal 27 Undang-undang No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman di Indonesia mengatur bahwa: hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.

Dalam penjelasan otentik pasal di atas dikemukakan bahwa dalam masyarakat yang masih mengenal hukum yang tidak tertulis serta berada dalam masa pergolakan dan peralihan, hakim merupakan perumus dan penggali nilai-nilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Untuk itu ia harusterjun ke tengah-tengah masyarakatnya untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dengan demikian hakim dapat memberikan putusan yang sesuai dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat.

3. Traktat atau Perjanjian Internasional :
Perjanjian Internasional atau traktat juga merupakan salah satu sumber hukum dalam arti formal. Dikatakan demikian oleh karena treaty itu harus memenuhi persyaratan formal tertentu agar dapat diterima sebagai treaty atau perjanjian internasional.

Dasar hukum treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :
(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain;
(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luasdan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan /atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR.

4. Yurisprudensi :
Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris atau Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum. Sedangkan pengertian yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk Indonesia) hanya berarti putusan pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara Anglo Saxon dinamakan preseden.

Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapa pundengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.

Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu yurisprudensi dapat pula berarti ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan pengadilan.
Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :
a. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti, yang terdiri dari :
1) Putusan perdamaian;
2) Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding;
3) Putusan pengatilan tinggi yang tidak di kasasi;
4) Seluruh putusan Mahkamah Agung.
b. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim lain dalam perkara sejenis.

5. Doktrin :
Doktrin adalah pendapat pakar senior yang biasanya merupakan sumber hukum, terutama pandangan hakim selalu berpedoman pada pakar tersebut.
Doktrin bukan hanya berlaku dalam pergaulan hukum nasional, melainkan juga dalam pergaulan hukum internasional, bahkan doktrin merupakan sumber hukum yang paling penting.

Begitu pula bagi penerapan hukum Islam di Indonesia, khususnya dalam perkara perceraian dan kewarisan, doktrin malah merupakan sumber hukum utama, yaitu pendapat pakar-pakar fiqh seperti Syafii, Hambali, Malik dan sebagainya. http://ilmuhukum76.wordpress.com/2008/05/30/sumber-sumber-hukum/

2. Mahasiswa dapat menuliskan Pembagian Hukum
- Teori :
Menurut Sumbernya:

a. Hukum Perundang-undangan, tercantum dalam peraturan perundang-undangan
b. Hukum Kebiasaan (Hukum Adat), terletak di dalam hukum kebiasaan (adat)
c. Hukum Traktat, berdasarkan suatu perjanjian antar Negara (traktat)
d. Hukum Yurisprudensi, terbentuk karena keputusan hakim

Menurut Bentuknya:

1. Hukum Tertulis (Statue Law), hukum yang dicantumkan dalam berbagai peraturan-peraturan. Dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. dikodifikasikan
b. tidak dikodifikasikan
2. Hukum Tak Tertulis (Hukum Kebiasaan);

Menurut Tempat / wilayah berlakunya:

1. Hukum Nasional; berlaku dalam suatu negara
2. Hukum Internasional; mengatur hubungan hukum dalam dunia internasional
3. Hukum Lokal; berlaku di suatu daerah tertentu
4. Hukum asing ; berlaku di negara lain

Menurut Waktu berlakunya:

1. Ius Constitutum (Hukum Positif); berlaku bagai masyarakat pada suatu waktu dan suatu daerah tertentu
2. Ius Constituendum, hukum yang diharapkan berlaku pada waktu yang akan datang
3. Hukum Asasi, segala waktu dan seluruh tempat di dunia. Berlaku dimana-mana dan selama-lamanya (hukum yang berlaku universal)

Menurut Cara mempertahankannya :

1. Hukum Materiil; mengatur hubungan dan kepentingan yang berupa perintah dan larangan. Misal, hukum pidana (material), perdata (material)
2. Hukum Formil : cara menegakkan perintah dan pelanggaran; hukum acara. Misal, hukum acara pidana dan hukum acara perdata

Menurut Sifatnya:

1. Hukum yang memaksa (Dwingwnrechts), dalam keadaan bagaimanapun juga memopunyai paksaan mutlak. mempunyai sanksi;
2. Hukum Pelengkap;hukum yang bersifat mengatur (Anfullenrechts). Hukum dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri dalam suatu perjanjian.

Menurut Menurut wujudnya


1. Hukum Objektif, dalam suatu negara, berlaku umum dan tidak mengenai orang atau golongan tertentu.
2. hukum Subjektif, timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seseorang atau beberapa orang saja.
Menurut Isinya:
1. Hukum Privat (Hukum Sipil), mengatur hubungan-hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan
2. Hukum Publik (Hukum Negara); Hukum yg mengatur hubungan negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan antar Negara dengan warga negaranya (perseorangan)



-studi kasus :
HUKUM HANYA BERLAKU BAGI PENCURI KAKAO, PENCURI PISANG, & PENCURI SEMANGKA‘(Koruptor Dilarang Masuk Penjara)’

Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.

Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini kan tidak adil !!

Kasus Nenek Minah asal Banyumas yang divonis 1,5 bulan kurungan adalah salah satu contoh ketidakadilan hukum di Indonesia. Kasus ini berawal dari pencurian 3 buah kakao oleh Nenek Minah. Saya setuju apapun yang namanya tindakan mencuri adalah kesalahan. Namun demikian jangan lupa hukum juga mempunyai prinsip kemanusiaan. Masak nenek-nenek kayak begitu yang buta huruf dihukum hanya karena ketidaktahuan dan keawaman Nenek Minah tentang hukum.

Menitikkan air mata ketika saya menyaksikan Nenek Minah duduk di depan pengadilan dengan wajah tuanya yang sudah keriput dan tatapan kosongnya. Untuk datang ke sidang kasusnya ini Nenek Minah harus meminjam uang Rp.30.000,- untuk biaya transportasi dari rumah ke pengadilan yang memang jaraknya cukup jauh. Seorang Nenek Minah saja bisa menghadiri persidangannya walaupun harus meminjam uang untuk biaya transportasi. Seorang pejabat yang terkena kasus hukum mungkin banyak yang mangkir dari panggilan pengadilan dengan alasan sakit yang kadang dibuat-buat. Tidak malukah dia dengan Nenek Minah?. Pantaskah Nenek Minah dihukum hanya karena mencuri 3 buah kakao yang harganya mungkin tidak lebih dari Rp.10.000,-?. Dimana prinsip kemanusiaan itu?. Adilkah ini bagi Nenek Minah?.

Bagaimana dengan koruptor kelas kakap?. Inilah sebenarnya yang menjadi ketidakadilan hukum yang terjadi di Indonesia. Begitu sulitnya menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Apakah karena mereka punya kekuasaan, punya kekuatan, dan punya banyak uang ?, sehingga bisa mengalahkan hukum dan hukum tidak berlaku bagi mereka para koruptor. Saya sangat prihatin dengan keadaan ini.

Sangat mudah menjerat hukum terhadap Nenek Minah, gampang sekali menghukum seorang yang hanya mencuri satu buah semangka, begitu mudahnya menjebloskan ke penjara suami-istri yang kedapatan mencuri pisang karena keadaan kemiskinan. Namun demikian sangat sulit dan sangat berbelit-belit begitu akan menjerat para koruptor dan pejabat yang tersandung masalah hukum di negeri ini. Ini sangat diskriminatif dan memalukan sistem hukum dan keadilan di Indonesia. Apa bedanya seorang koruptor dengan mereka-mereka itu?.

Saya tidak membenarkan tindakan pencurian oleh Nenek Minah dan mereka-mereka yang mempunyai kasus seperti Nenek Minah. Saya juga tidak membela perbuatan yang dilakukan oleh Nenek Minah dan mereka-mereka itu. Tetapi dimana keadilan hukum itu? Dimana prinsip kemanusian itu?. Seharusnya para penegak hukum mempunyai prinsip kemanusiaan dan bukan hanya menjalankan hukum secara positifistik.

Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan. Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat berkeliaran dengan bebasnya.

Oleh karena itu perlu adanya reformasi hukum yang dilakukan secara komprehensif mulai dari tingkat pusat sampai pada tingkat pemerintahan paling bawah dengan melakukan pembaruan dalam sikap, cara berpikir, dan berbagai aspek perilaku masyarakat hukum kita ke arah kondisi yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan tidak melupakan aspek kemanusiaan.

( Sumber : http://polhukam.kompasiana.com/2010/01/29/hukum-hanya-berlaku-bagi-seorang-pencuri-kakao-pencuri-pisang-pencuri-semangka-dilarang-koruptor-masuk-penjara/ )

-opini :
hukum haruslah ditegakkan di negara kita ini yang katanya negara hukum, jangan hanya orang kecil yang tertindas saja, tapi para koruptor mereka pun harus taat pada hukum, hukum tidak pandang bulu sipa nereka yang salah mereka harus mempertanggugjawabkannya.

Rabu, 20 Oktober 2010

Pemuda , Dan Sosialisasi

1. Mahasiswa dapat menjelaskan Internalisasi Belajar dan Sosialisasi

Teori :
Ketiga kata atau istilah tersebut pada dasarnya memiliki pengertian yang hampir sama. Proses berlangsungnya sama yaitu melalui interaksi sosial. istilah internasilasasi lebih ditekankan pada norma-nroma individu yang menginternasilasikan norma-norma tersebut. Istilah belajar ditekankan pada perubahan tingkah laku, yang semula tidak dimiliki sekarang telah dimiliki oleh seorang individu. istilah spesialisasi ditekankan pada kekhususan yagn telah dimiliki oleh seorang individu, kekhususan timbul melalui proses yang agak panjang dan lama
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan , terutama dari generasi lainya.hal ini dapt dimengerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus , generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.Massa remaja adalah masa tarnsisi dan secara psikologis sangat problematis , masa ini memungkinkan mereka berada dalm anomi (keadaan tanpa norma atau hukum , red) , akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua.
Dalam keadaan demikian , seringkali muncul perilaku menyimpang atau kecendrungan melakukan pelnggaran . kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.

Peran Mesia Massa
ciri-ciri menyebabkan kecendrungan remaja melahap begitu saja arus informasi yang serasi dengan selera dan keinginan sebagai penapis informasi atau pemberi rekomendasi terhadap peasn-pesan yang di terima kini tidak berfungsi sebagai sediakala.

Masalah kepemudaan dapat di tinjau dari asumsi yaitu :
1.penghayatan mengenai proses perkembangan bukan sebagai suatu kontinum yang sambung tetapi fragmentaris , terpecah-pecah , dan setiap fargmen mempunyai artinya sendiri-sendiri.
2.posisi pemuda dalam arah kehidupan itu sendiri .tafsiran-tafsiarn klasik didasarkan pada anggapan bahwa kehidupan mempunyai pola yang banyak sedikitnya.
hal ini dapat diatasi dengan memberi kedempatan kepada remaja untuk mengeluarkan pendapat,mendidik agama,menegakkan hukum dan membekali keterampilan berinformasi,sehingga dapat memilih menggunakan dan mengevakuasi.


2. Mahasiswa dapat menjelaskan proses sosialisasi warga negara dan negara.
- Teori :
Sosialisasi
Adalah proses yang membantu individu melalui belajar dan penyesuain diri , bagaimana bertindak dan berpikir agar dia dapat berperan dan berfungsi , baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat , terutam dalam keluarga.

Proses sosialisasi
Istilah sosialisasi menunjuk pada semua factor dan proses yang membuat manusia menjadi selaras dalam hidup ditengah-tengah orang kain. Proses sosialisasilah yang membuat seseorang menjadi tahu bagaimana mesti ia bertingkah laku ditengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari proses tersebut, seseorang akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya.
Semua warga negara mengalami proses sosialisasi tanpa kecuali dan kemampuan untuk hidup ditengah-tengah orang lain atau mengikuti norma yang berlaku dimasyarakat. Ini tidak datang begitu saja ketika seseorang dilahirkan, melainkan melalui proses sosialisasi.
Media Sosialisasi
• Orang tua dan keluarga
• Sekolah
• Masyarakat
• Teman bermain
• Media Massa.

Melalui proses sosialisasi, seorang pemuda akan terwarnai cara berpikir dan kebiasaan-kebiasaan hidupnya. Dengan demikian, tingkah laku seseorang akan dapat diramalkan. Dengan proses sosialisasi, seseorang menajdi tahu bagaimana ia mesti bertingkah laku di tengah-tengah masyarakat dan lingkungan budayanya. Dari keadaan tidak atau belum tersosialisasi, menjadi manusia masyarakat dan beradab. Kedirian dan kepribadian melalui proses sosialisasi dapat terbentuk. Dalam hal ini sosialisasi diartikan sebagai proses yang membantu individu melalui belajar dan menyesuaikan diri, bagaiman cari hidup dan bagaimana cara berpikir kelompoknya gar dapat berperan dan berfungsi dalam kelompoknya. Sosialisasi merupakan salah satu proses belajar kebudayaan dari anggota masyarakat dan hubungannya degnan sistem sosial.
Proses sosialisasi banyak ditentukan oleh susunan kebudayaan dan lingkungan sosial yang bersangkutan. Berbeda dengan inkulturasi yang mementingkan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan dalam jiwa individu, sosialisasi dititik beratkan pada soal individu dalam kelompok melalui pendidikan dan perkembangannya. Oleh karena itu proses sosialisasi melahirkan kedirian dan kepribadian seseorang. Kedirian (self) sebagai suatu prosuk sosialisasi, merupakan kesadaran terhadap diri sendri dan memandang adanya pribadi orang lain di luar dirinya. Kesadaran terhadap diri sendiri membuat timbulnya sebutan “aku” atau “saya” sebagai kedirian subyektif yang sulit dipelajari. Asal mula timbulnya kedirian :

1. Dalam proses sosialisasi mendapat bayangan dirinya, yaitu setelah memperhatikan cara orang lain memandang dan memperlakukan dirinya. Misalnya ia tidak disukai, tidak dihargai, tidak dipercaya; atau sebaliknya, ida disayangi, baik budi dandapt dipercaya
2. Dalam proses sosialisasi juga membentuk kedirian yang ideal. Orang bersangkutan mengetahui dengan pasti apa-apa yang harus ia lakukan agar memperoleh penghargaan dari orang lain. Bentuk-bentuk kedirian ini berguna dalam meningkatkan ketaatan anak terhadap norma-norma sosial

Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat
Peranan sosial mahasiswa dan pemuda di masyarakat, kurang lebih sama dengan peran warga yang lainnnya di masyarakat. Mahasiswa mendapat tempat istimewa karena mereka dianggap kaum intelektual yang sedang menempuh pendidikan. Pada saatnya nanti sewaktu mahasiswa lulus kuliah, ia akan mencari kerja dan menempuh kehidupan yang relatif sama dengan warga yang lain. http://kynanre.blogspot.com/2010/10/pemuda-dan-sosialisasi.html

-studi kasus :
Studi Kasus :
Kerusuhan Koja Akibat Kurang Sosialisasi
Ketua Umum Palang Merah Indonesia Jusuf Kalla mengatakan, kerusuhan Koja adalah akibat kurang sosialisasi dan kendala informasi dari pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang sebenarnya sama sekali tidak ada pembongkaran makam.
"Soal peristiwa (kerusuhan Koja) ini juga karena ada kesalahan sosialisasi dari Pihak Pemprov DKI dan terdapat tindakan yang tidak manusiawi yang mengakibatkan jatuhnya korban di kedua belah pihak," kata Ketua Umum PMI Jusuf Kalla di Jakarta, Jumat (14/5).
Kalla juga mengemukakan, harus terdapat kejelasan mengenai siapa pihak ahli waris dari makam.
Ia menegaskan, PMI juga menginginkan agar kerusuhan Koja segera diselidiki pihak kepolisian agar di waktu mendatang orang tidak lagi bisa melakukan pembakaran atau penganiayaan secara beramai-ramai tetapi lolos dari jeratan hukum.
"Kalau negara ini tidak punya hukum maka kemanusiaannya akan hilang," kata mantan Wakil Presiden RI.
Kalla memaparkan, PMI sangat peduli terhadap proses hukum karena hal itu juga menyangkut permasalahan kemanusiaan yang menimpa baik kepada korban yang meninggal dunia maupun yang luka-luka.
Dalam rekomendasi akhirnya, Ketua Tim Investigasi Kemanusiaan PMI Ulla Nuchrawaty mengemukakan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus lebih meningkatkan fungsi koordinasi, komunikasi, dan informasi secara berjenjang dalam melaksanakan tugas terkait dengan kepentingan masyarakat.
PMI juga merekomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta agar segera melakukan langkah-langkah yang tegas dan cepat dalam rangka pemulihan dan menciptakan suasana yang tenang bagi masyarakat.
"Agar dalam bekerja saling menghormati dan menjaga kehidupan kemanusiaan yang adil," kata Ulla.
Di tempat yang sama, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengemukakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan berbagai upaya perbaikan agar peristiwa ini tidak terjadi lagi di masa mendatang.
sumber : http://erabaru.net/nasional/50-jakarta/13609-kerusuhan-koja-akibat-kurang-sosialisasi

-opini :
proses sosialisasi itu sangatlah pwnting, kita sebagai makhluk sosial haruslah bisa berinteraksi antar sesama dalam menjalani hidup agar tidak terjadi kesenjangan seperti contoh studi kasus di atas.

Senin, 18 Oktober 2010

Individu, Keluarga, Masyarakat

1. Mahasiswa dapat menyebutkan faktor - faktor yang mempengaruhi pertumbuhan.

Teori :

Penambahan/pertambahan penduduk di suatu daerah atau negara pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor demografi sebagai berikut :

1. Kematian (Mortalitas)
Ada beberapa tingkat kematian. Akan tetapi disini hanya dijelaskan dua jenis tingkat kematian saja yakni :
a. Tingkat Kematian Kasar (Crude Rade Death/CDR)
Tingkat Kematian Kasar adalah banyaknya orang yang meninggal pada suatu tahun per jumlah penduduk pertengahan tahun tersebut Secara dinyatakan tiap 1.000 orang



b. Tingkat Kematian Khusus (Age Specific Death Rate)
Karena tingkat kematian itu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan. Umpama orang laki-laki yang berada di medan perang lebih besar kemungkinan untuk mati daripada istri mereka yang berada di rumah. Karena perbedaan resiko kematian tersebut, maka digunakan tingkat kematian menurut umur (specific Death Rate). Karena angka ini menyatakan banyaknya kematian pada kelompok umur tertentu 1000 penduduk pada kelompok umur yang sama.

2. Kelahiran (Fertilitas)
Pengukuran fersilitas tidak sesederhana dalam pengukuran mortalitas, hal ini disebabkan adanya alasan sebagai berikut :
1) Sulit memperoleh angka statistik lahir hidup karena banyak bayi-bayi yang meninggal beberapa saat setelah kelahiran.
2) Wanita mempunyai kemungkinan melahirkan dari seorang anak (tetapi meninggal hanya sekali).
3) Makin tua umur wanita tidaklah berarti, bahwa kemungkinan mempunyai anak makin menurun.
4) Di dalam pengukuran fersilitas akan melibatkan satu orang saja. Tidak semua wanita mempunyai kemungkinan untuk melakukan.

Ada dua istilah asing yang kedua-duanya diterjemahkan sebagai kesuburan.
a. Facundity (kesuburan)
Facundity adalah lebih diartikan sebagai kemampuan biologis wanita untuk mempunyai anak.
b. Fertility (Fertilitas)
Fertilitas adalah jumlah kelahiran hidup dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Yang dimaksud dari lahir hidup adalah kelahiran dengan tanda-tanda kehidupan.

3. Migrasi
Aspek dinamis kehidupan kelompok dalam ruang ialah gerakan penduduk yang dinamai migrasi. Selain migrasi ada istilah lain tentang dinamika penduduk yaitu mobilitas. Pengertian mobilitas lebih luas daripada migrasi, sebab mobilitas mencakup perpindahan teritorial secara permanen dan sementara.
Langkah-langkah seorang migran dalam menentukan keputusannya untuk pindah ke daerah lain atau kawasan (real) lain terlebih dahulu ingin mengetahui lebih dahulu faktor-faktor sebagai berikut :
- Persediaan sumber alam
- Lingkungan sosial budaya
- Potensi ekonomi
- Alat masa depan
Study kasus :
Mengapa Manusia Menderita Kelaparan
dan Kekurangan Gizi?

Informasi untuk para guru
Siswa–siswi harus memahami bahwa kelaparan dan kekurangan gizi
disebabkan dan dipertahankan oleh sejumlah faktor, yang semuanya
harus dibahas untuk memastikan semua orang memperoleh pangan
yang mereka butuhkan untuk hidup aktif dan sehat. Kemiskinan,
ketimpangan sosial dan kurangnya pendidikan adalah beberapa faktor
utama dan penghambat usaha mengakhiri kelaparan dan kekurangan
gizi di dunia.
Tujuan 1 memberikan gambaran ikhtisar sistem penyediaan pangan
agar siswa–siswi memahami darimana pangan berasal dan
bagaimana satu gangguan saja terhadap proses yang komplek ini
dapat mempengaruhi penyediaan pangan yang dapat menyebabkan
kelaparan di suatu daerah.
Tujuan 2 memperkenalkan konsep ketahanan pangan – memiliki
akses sepanjang waktu terhadap pangan yang kita butuhkan untuk
dapat hidup aktif dan sehat dan menekankan perlunya keterjaminan
semua orang cukup gizi dan tahan pangan. Tiga pilar ketahanan
pangan - ketersedian pangan, kemudahan memperoleh pangan dan
pemanfaatan pangan – didiskusikan, dengan menggunakan studi
kasus yang belajar dari pengalaman nyata di banyak negara dalam
mengatasi kelaparan dan kekurangan gizi. Apabila waktu
mengizinkan, studi kasus tersebut dapat dilakukan secara lebih
terperinci selama beberapa jam pelajaran; apabila tidak
memungkinkan, para guru dapat memberikan ikhtisar singkat
masing–masing studi kasus untuk digunakan sebagai bahan diskusi di
kelas. http://lopikir.blogspot.com/2010/10/tugas-ilmu-sosial-dasarbab2-penduduk.html

Studi kasus :
Kota Semarang dengan luas sebesar 373.70 Km2 terbagi kedalam 16 kecamatan. Dari 16 Kecamatan tersebut wilayah Mijen merupakan wilayah yang paling luas sebesar 57,55 Km2 , sedangkan wilayah yang paling kecil berada di Kecamatan Semarang Selatan yaitu sebesar 5,93 Km2. Namun jika ditinjau dari tingkat kepadatan penduduk wilayah Mijen memiliki tingkat kepadatan yang paling kecil diantara wilayah lainnya. Hal inikarena wilayah Mijen tersebut merupakan wilayah yang dikembangkan sebagai daerah pertanian, sedangkan untuk daerah yang paling padat penduduknya pada tahun 2003 berada di wilayah Kecamatan Semarang Selatan dengan jumlah penduduk sebanyak 14.728 orang setiap Km2. Kepadatan penduduk tersebut disebabkan oleh beberapa sebab diantaranya banyaknya perpindahan penduduk dari satu wilayah ke wilayah lainnya seiring dengan semakin berkembangnya pembangunan perumahan.

Opini :
pertambahan penduduk bisa berbagai faktor, jika tidak seimbang maka akan ada pertambahan yang tak terduga.

2. Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian fungsi keluarga.

Teori :

Fungsi Keluarga

Ada lima fungsi yang dapat dijalankan keluarga menurut Effendi ( 1998), yaitu :

1). Fungsi biologis
a) Untuk meneruskan keturunan.
b) Memelihara dan membesarkan anak .
c) Memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
d) Memelihara dan merawat anggota keluarga .

2). Fungsi psikologis
a) Memberikan kasih sayang dan rasa aman .
b) Memberikan perhatian diantara anggota keluarga .
c) Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga .
d) Memberikan identitas keluarga.

3). Fungsi sosialisasi
a) Membina sosialisi pada anak.
b) Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat
perkembangan anak.
c) Meneruskan nilai-nilai budaya.

4). Fungsi ekonomi
a) Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
b) Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan keluarga.
c) Menabung untuk memenuhi kebutuhan -kebutuhan keluarga dimasa
yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak, jaminan hari tua
dan sebagainya.

5) Fungsi pendidikan

a) Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan ,
dan membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang
dimilikinya.
b) Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang
dalam memenuhi peranannya sebagai orang dewasa.
c) Mendidik anak sesuai dengan tingkat -tingkat perkembangannya.
http://wawan-satu.blogspot.com/2009/11/metode-metode-keluarga-bereancana.html

Studi kasus :
.Pendahuluan
Salah satu hak anak yang tertuang dalam Konvensi Hak Anak (KHA) adalah mendapatkan lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Sebagai tempat tumbuh kembangnya anak, rumah menjadi institusi paling awal dan terpenting bagi anak. Saat anak tidak merasa nyaman di tengah-tengah keluarganya, dapat dipastikan ada masalah yang mengganggunya. Bukan untuk waktu sementara, masalah yang dialami anak di lingkungan keluarga pun akan berimbas pada kehidupannya di masa-masa berikutnya. Ketimpangan antara keadaan yang diharapkan anak dengan kenyataan yang dialaminya menjadi pemicu terganggunya perkembangan pribadi anak.
Akan mudah jika masalah itu datang dari diri anak, seperti rasa malas membantu anggota keluarga yang lain membersihkan rumah. Dengan teguran dan contoh yang baik (uswatun hasanah) dari orangtua, anak akan berubah dan dapat menyesuaikan diri dengan aturan keluarga tanpa merasa dipaksa melakukannya. Namun bila masalah dalam keluarga ditimbulkan orangtua yang seharusnya memberi kenyamanan, tentu akan lebih sulit penyelesaiannya. Egoisme orangtua kerap menjadi penghambat keharmonisan keluarga. Padahal merupakan hak anak untuk tumbuh di tengah-tengah keluarga yang mencintainya.
Dalam setiap kasus broken home, anak selalu menjadi atau dijadikan korban. Menjadi korban karena haknya mendapat lingkungan keluarga yang nyaman telah dilanggar. Dijadikan korban karena orangtua kerap melibatkan anak dalam konflik keluarga. Banyak orangtua yang saling tarik-menarik anak saat konflik berlangsung dengan alasan cinta. Dalam bingung, anak terombang-ambing antara dua orang yang mengaku paling menyayanginya. Adakah cinta orangtua yang tidak saling mencintai untuk anak yang membutuhkan cinta tulus?
Ironisnya, banyak diantara anak korban broken home yang memilih lari dari keluarganya dan bersahabat dengan narkoba atau hal-hal negatif lainnya. Dalam beberapa kasus, orangtua malah menyalahkan anak yang tidak bijak memilih pergaulan atau justru saling menyalahkan yang menambah beban pikiran anak. Jika dibiarkan, hal tersebut akan menghilangkan kepercayaan anak terhadap orangtua. Akhirnya, keberadaan orangtua tidak lagi dianggap penting oleh anak.

Lingkungan Kondusif bagi Anak
Dalam Building Positive Communication (2006:17), Savitri Ramadhani menuliskan hasil penelitian Burton L. White (1971) bersama timnya yang menemukan pengaruh model pengasuhan orangtua terhadap perkembangan anak. Dalam penelitian yang dinamakan The Harvard Preschool Project itu, ditemukan perbedaan yang mencolok pada anak terkait dengan kemampuan orangtua mendesain lingkungan kondusif bagi anak, kemampuan berperan sebagai ‘konsultan’ dan kemampuan menyeimbangkan antara memberi kebebasan dan pembatasan bagi anak.
Tinggal di tengah-tengah lingkungan keluarga yang kondusif merupakan hak anak yang wajib dipenuhi orangtua. Keharmonisan keluarga menimbulkan dampak besar terhadap perkembangan kepribadian anak. Kenyamanan dan kehangatan yang dirasakan anak di tengah-tengah keluarganya akan membentuk sikap-sikap positif pada diri anak. Begitu pula cinta tulus dan kasih sayang yang ditunjukkan orangtua dan anggota keluarga lain akan meyakinkan anak bahwa ia dianggap penting dan akan memotivasinya untuk berbuat yang terbaik bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.
Menurut Stinnet & DeFrain, seperti dikutip Savitri Ramadhani dalam bukunya Building Positive Communication (2006:23), bahwa keluarga harmonis mempunyai karakteristik tertentu, yaitu kehidupan beragama yang baik di dalam keluarga, mempunyai waktu bersama antara sesama anggota keluarga, mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga, saling menghargai antara sesama anggota keluarga, masing-masing anggota keluarga merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai suatu ikatan kelompok dan ikatan kelompok ini bersifat erat dan kohesif, bila terjadi permasalahan dalam keluarga, maka masalah tersebut dapat diselesaikan secara positif dan konstruktif.

Opini:
Kasih sayang keluarga sangatlah penting, psikologis anak dapat di pengaruhi dari kasih sayang keluarganya, salah satunya dapat menyebabkan broken home.
http://www.pkpa-indonesia.org/index.php?option=com_content&view=article&id=193:broken-home-wujud-pelanggaran-hak-anak&catid=64:pkpa-aceh&Itemid=254

Rabu, 06 Oktober 2010

Penduduk, Masyarakat, Kebudayaan

1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang permasalahan pendidikan
Penyebab Rendahnya Kualitas Pendidikan di Indonesia

- Teori :
Di bawah ini akan diuraikan beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia secara umum, yaitu:

Efektifitas Pendidikan Di Indonesia

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik (dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.

Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang terpenting adalah telah melaksanakan pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat dianggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunyai kelebihan dibidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh orang lain.

Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang mempunyai kelebihan dibidang sosial dan dipaksa mengikuti program studi IPA akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas pendidikan di Indonesia.

Efisiensi Pengajaran Di Indonesia

Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah disepakati.

Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia Indonesia yang lebih baik.

Jika kita berbicara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran, nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan bayaran untuk pendidik tersebut.

Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan, dapat kita lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama jika dibandingkan negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00 dan diakhiri sampai pukul 16.00.. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya. Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga, karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi pendidikan formal yang dinilai kurang.

Yang kami lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.

Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi yang pengubah proses pengajaran menjadi proses pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum, kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.

Konsep efisiensi akan tercipta jika keluaran yang diinginkan dapat dihasilkan secara optimal dengan hanya masukan yang relative tetap, atau jika masukan yang sekecil mungkin dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Konsep efisiensi sendiri terdiri dari efisiensi teknologis dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknologis diterapkan dalam pencapaian kuantitas keluaran secara fisik sesuai dengan ukuran hasil yang sudah ditetapkan. Sementara efisiensi ekonomis tercipta jika ukuran nilai kepuasan atau harga sudah diterapkan terhadap keluaran.

Standardisasi Pendidikan Di Indonesia

Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.

Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP).

Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun. Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta didik.

Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia sehingga jadi kebih baik lagi.

Selain beberapa penyebab rendahnya kualitas pendidikan di atas, berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Rendahnya Kualitas Sarana Fisik

Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.

Data Balitbang Depdiknas (2003) menyebutkan untuk satuan SD terdapat 146.052 lembaga yang menampung 25.918.898 siswa serta memiliki 865.258 ruang kelas. Dari seluruh ruang kelas tersebut sebanyak 364.440 atau 42,12% berkondisi baik, 299.581 atau 34,62% mengalami kerusakan ringan dan sebanyak 201.237 atau 23,26% mengalami kerusakan berat. Kalau kondisi MI diperhitungkan angka kerusakannya lebih tinggi karena kondisi MI lebih buruk daripada SD pada umumnya. Keadaan ini juga terjadi di SMP, MTs, SMA, MA, dan SMK meskipun dengan persentase yang tidak sama.

Rendahnya Kualitas Guru

Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.

Bukan itu saja, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri) dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta).

Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3).

Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.

Rendahnya Kesejahteraan Guru

Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Berdasarkan survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia) pada pertengahan tahun 2005, idealnya seorang guru menerima gaji bulanan serbesar Rp 3 juta rupiah. Sekarang, pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar Rp 1,5 juta. guru bantu Rp, 460 ribu, dan guru honorer di sekolah swasta rata-rata Rp 10 ribu per jam. Dengan pendapatan seperti itu, terang saja, banyak guru terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya (Republika, 13 Juli, 2005).

Dengan adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah khusus juga berhak atas rumah dinas.

Tapi, kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70 persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen (Pikiran Rakyat 9 Januari 2006).

Rendahnya Prestasi Siswa

Dengan keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan. Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari 44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.

Dalam hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme (UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja, posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.

Anak-anak Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda.

Kurangnya Pemerataan Kesempatan Pendidikan

Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 juta siswa). Pencapaian APM ini termasuk kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8% (9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas. Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan strategi pemerataan pendidikan yang tepat untuk mengatasi masalah ketidakmerataan tersebut.

Rendahnya Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan

Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Data BAPPENAS (1996) yang dikumpulkan sejak tahun 1990 menunjukan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%, sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%, 14,21%, dan 15,07%. Menurut data Balitbang Depdiknas 1999, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki dunia kerja.

Mahalnya Biaya Pendidikan

Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah.

Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha.

Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan, karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan pendidikan rakyatnya.

- Studi Kasus :
Muara Gembong yang digambarkan selama ini sebagai desa tertinggal kini sudah banyak berubah. Kesadaran pendidikan yang kini sudah mulai meningkat menjadi salah satu faktor pertumbuhan di Muara Gembong.

Teriknya matahari sangat terasa sangat terasa didalam kelas. Atap dan genting yang seharusnya menjadi penghalang sengatan matahari sudah tak lagi berada pada tempatnya. Jendela pun sudah kehilangan kaca-kacanya. Cat yang mengelupas di makan usia, juga keramik putih yang berubah kecokelat-cokelatan karena kotoran. Membuat siapapun tak mau berlama-lama di dalam kelas.

“Iya mas, sekolah ini lagi beres-beres untuk proses renovasi,” ujar pak Atit, salah satu staf kurikulum Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Muara Gembong. Usia bangunan sekolah yang terhitung tua, menjadi penyebab banyak kerusakan disana-sini. Sudah hampir terhitung sudah dua puluh tiga tahun sekolah ini menjadi salah satu penggerak pendidikan di kecamatan Muara Gembong kabupaten Bekasi.

Bangunan sekolah yang telah lapuk ini memang belum pernah terjamah oleh renovasi sekalipun. Pihak sekolah sendiri bukan berarti tanpa usaha. Pihak SMPN 1 Muara Gembong sendiri langganan setiap tahun untuk mengajukan permohonan agar diadakan renovasi terhadap bangunan sekolah yang sudah tak layak ini.

Namun keinginan pihak sekolah untuk merenovasi bangunan sekolah ini terbentur dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah. Pihak sekolah tidak diperbolehkan memungut biaya untuk renovasi kepada orang tua. Alhasil perhatian serta dana dari pemerintah Kabupaten Bekasi, dijadikan satu-satunya harapan untuk melakukan renovasi.

Tahun ini, harapan itu telah menjadi kenyataan “Dana untuk perbaikan gedung SMPN 1 Muara Gembong ini baru akan turun dari Kabupaten Bekasi Agustus nanti,” ungkap Rusdi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bekasi saat dihubungi lewat telepon.

Keterlambatan dana yang diberikan oleh pihak pemerintah Kabupaten, turut membuat pihak sekolah kecewa. “Pihak Pemda semestinya harus melihat kondisi real di lapangan. Apabila cuma diatas kertas tidak ada artinya,” keluh Afri, Wakil kepala sekolah SMPN 1 Muara gembong.

Kekecewaan pihak sekolah tak hanya berhenti sampai disitu. Mereka juga menyesalkan kekurangan tenaga pendidik yang ada di sekolah. Yang ada sekarang hanya dua puluh tiga guru dan sembilan guru yang sudah berstatuskan pegawai negeri sipil. Serta lebih dari setengahnya masih berlatar belakang pendidikan diploma satu dan diploma dua.

SMPN 1 Muara Gembong sendiri memiliki 14 kelas. Dengan prosentase kelas seperi itu paling tidak jumlah ketersediaan guru mencapai tiga kali lipatnya. Sekitar 42 guru semestinya ada untuk mengajar. Ketersediaan guru yang mencukupi diperlukan untuk menciptakan proses belajar yang kondusif. “Satu guru itu bisa mengajar sampai tiga puluh jam pelajaran dalam seminggu, walau begitu kita berdayakan saja guru yang ada saat ini,” ucap Afri.

Masih menurut pengakuan Afri, sekolahnya juga mengalami kesulitan untuk menutupi kekurangan tenaga pendidik. Hal ini terbentur dengan adanya peraturan Pemda untuk tidak mengangkat guru honorer saat ini. Afri mengatakan, “Jadi lagi-lagi kita hanya menunggu pihak Pemda dalam menyelesaikan masalah kekurangan guru ini. Karena ini semua yang mengatur adalah dari pihak Pemda.”

Namun hal ini di sanggah oleh Rusdi “Di sekolah boleh merekrut guru honorer, lalu dilaporkan ke Pemda. Untuk permasalahan kekurangan guru di Muara Gembong itu disebabkan karena pertumbuhan sekolah yang pesat, sehingga meningkatkan kebutuhan guru pula. Jadi ada ketimpangan kuota. Jumlah guru yang tersedia dengan yang dibutuhkan.”

Dalam bidang pendidikan, kekurangan tenaga pendidik merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh masyarakat Muara Gembong. Pada tahun 80-an misalnya, diperlukan selebaran-selebaran tentang kekurangan tenaga pendidik di Muara Gembong. Penyebarannya pun tak hanya di Bekasi. Daerah Kediri, Klaten dan berbagai kota di Jawa Tengah tak luput dari sasaran.

Selain itu, ruang-ruang kelas pun sepi dari kegiatan belajar mengajar karena kekurangan murid. Ibaratnya bukan para murid yang mendaftar untuk sekolah, melainkan pihak sekolah yang mencari murid untuk disekolahkan. Banyak cara yang ditempuh, mulai mendatangi warga dari rumah ke rumah atau lebih popular dengan istilah door to door sampai penyuluhan tentang pentingnya pendidikan dan sekolah yang biasa dilakukan di balai desa. Cara ini pula yang menyebabkan banyak tenaga pendidik Muara Gembong yang berasal dari luar Muara Gembong. Tetapi cara ini tidak sepenuhnya berhasil. Para calon guru kembali mengurungkan niatnya untuk menopang roda pendidikan di Muara Gembong, setelah melihat kondisi geografis Mura Gembong yang sulit dijangkau.

“Banyak yang cuma memberi SK dan tidak jadi mengajar setelah melihat letak Muara Gembong yang jauh dan terpencil,” kenang Afri yang berasal dari Bandung. Ia sendiri mengaku saat awal mengajar di sekolah ini sempat kebingungan mencari SMPN 1 Muara Gembong dan butuh waktu seminggu untuk menemukan sekolah ini.

Selain letaknya yang terpencil dan sulit dijangkau oleh kendaraan darat, ditambah dengan sepinya lalu lalang kendaraan umum menjadi kendala masyarakat menuju sekolah. Dulu pernah ada dua mobil angkutan khusus pelajar, namun sekarang sudah dalam kondisi rusak sehingga tidak dapat digunakan.

Menanggapi kelangkaan akses transportasi di Muara Gembong, Rusdi mengatakan. “Dalam rangka mempermudah akses transportasi, pertamina pernah memberikan seribu sepeda gratis di wilayah Muara Gembong, Babelan, juga tarumajaya.”

- Opini :
Dari faktor - fator diatas dapat disimpulkan bahwa banyaknya masalah yang dihadapi dalam pendidikan kita ini, oleh karena itu kerja sama antara seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahan diharapkan dapat mengurangi permasalahan pendidikan demi kecerdasan bangsa yang dimulai dari generasi muda.

2. Mahasiswa dapat menuliskan rumusan angka kelahiran
- Teori :
Dalam demografi, istilah tingkat kelahiran atau crude birth rate (CBR) dari suatu populasi adalah jumlah kelahiran per 1.000 orang tiap tahun. Secara matematika, angka ini bisa dihitung dengan rumus CBR = n/((p)(1000)); di mana n adalah jumlah kelahiran pada tahun tersebut dan p adalah jumlah populasi saat penghitungan. Hasil penghitungan ini digabungkan dengan tingkat kematian untuk menghasilkan angka tingkat pertumbuhan penduduk alami (alami maksudnya tidak melibatkan angka perpindahan penduduk (migrasi).

Indikator lain untuk mengukur tingkat kehamilan yang sering dipakai: tingkat kehamilan total - rata-rata jumlah anak yang terlahir bagi tiap wanita dalam hidupnya. Secara umum, tingkat kehamilan total adalah indikator yang lebih baik untuk tingkat kehamilan daripada CBR, karena tidak terpengaruh oleh distribusi usia dari populasi.

- Studi Kasus :
masalah angka kelahiran di Indonesia
ndonesia dengan jumlah penduduknya kira-kira 185 juta, termasuk negara-negara yang paling banyak jumlah penduduknya. Karena itu, hal-hal yang berkaitan dengan jumlah penduduk ini penting sekali di Indonesia. Kalau di masa depan jumlah ini mau jadi lebih banyak lagi, pasti ada lebih banyak masalah sosial lagi. Pemerintah Indonesia sudah mengambil dua macam tindakan untuk mencegah masalah sosial ini. Yang pertama adalah program KB atau Keluarga Berencana dan yang kedua adalah program transmigrasi. Kedua program ini sudah lama dapat banyak kritik, dari dalam negeri dan dari luar negeri. Di bawah ini, saya mau meneliti salah paham program ini.

Program transmigrasi adalah program nasional untuk memindahkan kelompok penduduk dari satu tempat ke tempat yang lain. Misalnya, kalau ada tempat di mana ada terlalu banyak penduduk, di sana pasti ada banyak masalah, seperti masalah kesehatan, masalah tanah, dan masalah sosial yan lain. Untuk mencegah masalah itu, pemerintah coba memindahkan penduduk dari tempat-tempat seperti itu ke tempat yang lain di mana jumlah penduduknya sedikit. Jadi dulu, penduduk Jawa, Madura dan Bali sudah dipindahkan ke Irian Jaya, Sumatra, dan Kalimantan.

Program ini dapat banyak kritik. Kritik yang pertama adalah mengenai hutan yang menghilang karena transmigran. Mereka menebang pohon-pohon untuk mempersiapkan ladang mereka. Kemudian, dulu ada kelompok transmigran di Kalimantan yang tidak diberi fasilitas untuk bertani. Jadi, mereka tidak bisa berdikari (yaitu: "BERDIri di atas KAkinya sendiRI"). Juga ada masalah kehilangan tempat tinggal orang setempat seperti orang Kubu di Sumatra dan orang Dayak di Kalimantan. Tanah mereka diambil orang transmigran yang baru. Menurut saya, masalah-masalah ini dibesarkan dengan sengaja. Program transmigrasi memang berhasil. Sudah 3.6 juta orang dipindahkan dalam program ini, dan kehidupan mereka sekarang jauh lebih baik daripada dulu.

Dalam program Keluarga Berencana ("Dua Anak Cukup!"), suami-istri diberi informasi dan alat/obat kontrasepsi. Dengan ini, pemerintah mencoba untuk mencegah kelahiran terlalu banyak anak. Kritik atas program ini adalah kritik mengenai obat kontrasepsi yang bernama "Norplant". Perempuan yang pakai Norplant itu tidak bisa beranak lagi untuk selamanya. Dan ada juga orang yang bilang bahwa perempuan dipaksa untuk pakai Norplant ini (Norplant ada sebuah obat yang disuntikkan di bawah kulit).

- Opini :
Banyaknya penduduk yang tidak terkendali menyebabkan masalah sosial, akan lebih baik diadakannya program keluarga berencana.

Tingkat kehamilan cenderung lebih tinggi di negara yang ekonominya kurang berkembang dan lebih rendah di negara yang pertumbuhan ekonominya tinggi.

3. Mahasiswa dapat menjelaskan apa itu dinamika penduduk
- Teori :
Kebijakan kependudukan dan program pembangunan sosial dan ekonomi yang dilaksanakan Indonesia selama tiga dekade yang lalu telah berhasil menurunkan angka kelahiran dan kematian sehingga mampu menghambat laju pertumbuhan penduduk dari 2,3% pada periode 1971-1980 menjadi 1,4% per tahun pada periode 1990-2000. Walaupun demikian, jumlah penduduk Indonesia masih akan terus bertambah. Di daerah yang pertumbuhan penduduknya telah menurun, terjadi perubahan struktur umur penduduk yang ditandai dengan penurunan proporsi anak-anak usia di bawah 15 tahun disertai dengan peningkatan pesat proporsi penduduk usia kerja dan peningkatan proporsi penduduk usia lanjut (lansia) secara perlahan.

Sedangkan di daerah yang tingkat pertumbuhan penduduknya masih tinggi, proporsi penduduk usia 0-14 tahun masih besar sehingga memerlukan investasi sosial dan ekonomi yang besar pula untuk penyediaan sarana tumbuh kembang, termasuk pendidikan dan kesehatan.

Daerah yang berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk menghadapi tantangan baru dimana peningkatan yang pesat dari proporsi penduduk usia kerja akan berdampak pada tuntutan perluasan kesempatan kerja. Disamping itu telah terjadi pergeseran permintaan tenaga kerja dengan penguasaan teknologi dan matematika, yang mampu berkomunikasi, serta mempunyai daya saing tinggi di era globalisasi. Kesemuanya ini berkaitan dengan program bagaimana menyiapkan calon pekerja agar mempunyai kualitas tinggi, dengan ketrampilan yang memadai.

Saat ini setiap tahunnya terjadi kelahiran sekitar 4,5 juta bayi. Bayi-bayi ini akan berkembang dan mempunyai kebutuhan yang berbeda sesuai dengan peningkatan usianya. Pada saat ini dari 100 persen anak-anak yang masuk sekolah dasar, 50% diantaranya tidak dapat melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi setelah lulus SMP. Mereka akan putus sekolah dan menuntut pekerjaan padahal tidak mempunyai ketrampilan yang memadai. Sempitnya lapangan kerja membuat para pemuda-pemudi putus sekolah menciptakan pekerjaannya sendiri di sektor informal.

- Studi Kasus :
Pertumbuhan penduduk, kualitas sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan sempitnya kesempatan kerja merupakan akar permasalahan kemiskinan. Jadi aspek demografis mempunyai kaitan erat dengan masalah kemiskinan yang dihadapi di Indonesia pada saat ini. Daerah miskin sering ditinggalkan penduduknya untuk bermigrasi ke tempat lain dengan alasan mencari kerja. Mereka dapat berpindah secara permanen, menjadi migran ulang-alik, menjadi migran sirkuler yakni bekerja di tempat lain dan pulang ke rumahnya sekali dalam beberapa minggu atau beberapa bulan, atau menjadi migran musiman, misalnya bekerja di kota setelah musim tanam dan musim panen.

Kemiskinan berkaitan erat dengan kemampuan mengakses pelayanan kesehatan serta pemenuhan kebutuhan gizi dan kalori. Dengan demikian penyakit masyarakat umumnya berkaitan dengan penyakit menular, seperti diare, penyakit lever, dan TBC. Selain itu, masyarakat juga menderita penyakit kekurangan gizi termasuk busung lapar, anemi terutama pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil. Kematian bayi adalah konsekuensi dari penyakit yang ditimbulkan karena kemiskinan ini (kekurangan gizi menyebabkan bayi rentan terhadap infeksi).

- Opini :
Perlunya ada pengontrolan dalam dinamika penduduk agar pertumbuhan tidak 'LOSE' yang menyebabkan kemiskinan.