Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan
dalam Jual Beli Online
Dewasa ini teknologi kian berkembang oleh karena itu
dapat dimanfaatkan salah satunya dengan melakukan bisnis online atau biasa e-commerce disamping mudah juga
menghemat tenaga dan waktu sangatlah efisien. Namun banyak oknum – oknum yang
tidak bertanggung jawab menyalah gunakan kemudahan ini. Dunia internet itu
seperti 2 mata pisau, jika tidak digunakan dengan baik maka fatal lah
akibatnya, yaitu salah satunya dengan melakukan penipuan online dan itu
merupakan salah satu cyber crime, kita sebagai konsumen patutlah berhati – hati
dalam melakukan pembelian online, pastikan dengan benar bahwa bisnis tersebut
benar adanya. Untuk menanggapi itu semua dapat dikenakan sanksi oleh UU dan UU
ITE, seperti dibawah ini :
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) tidak
secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini, tindak
pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), dengan
rumusan pasal sebagai berikut:
“Barangsiapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan
menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan tipu
muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.”
Walaupun UU ITE tidak secara khusus
mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun terkait dengan timbulnya
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat ketentuan Pasal 28
ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap
Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat
(1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Jadi, dari rumusan-rumusan Pasal
28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut dapat kita ketahui
bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP mengatur
penipuan, sementara Pasal
28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Walaupun begitu, kedua tindak pidana
tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat mengakibatkan kerugian bagi orang
lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE tidak mensyaratkan adanya
unsur “menguntungkan diri sendiri atau orang lain” sebagaimana diatur
dalam Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Pada akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik
kepolisian untuk menentukan kapan harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan
harus menggunakan ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun,
pada praktiknya pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap
suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan
sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak
pidana Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak
pidananya terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
Lepas dari itu, menurut praktisi hukum Iman
Sjahputra, kasus penipuan yang menyebabkan kerugian konsumen dari transaksi
elektronik jumlahnya banyak. Di sisi lain, Iman dalam artikel Iman Sjahputra: Konsumen Masih Dirugikan dalam Transaksi Elektronik juga
mengatakan bahwa seringkali kasus penipuan dalam transaksi elektronik tidak
dilaporkan ke pihak berwenang karena nilai transaksinya dianggap tidak terlalu
besar. Menurut Iman, masih banyaknya penipuan dalam transaksi elektronik karena
hingga saat ini belum dibentuk Lembaga Sertifikasi Keandalan yang diamanatkan Pasal
10 UU ITE.
Dasar hukum:
2. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sumber: